Laman

Kamis, 06 Desember 2012

Guruku Pahlawanku Ala guru Honorer

Guru sebuah pekerjaan yang banyak orang dambakan dan cita-citakan saat ini. Hal itu bisa dilihat dari membludaknya pendaftaran jurusan pendidikan pada PTN yang mencetak para tenaga pendidik. Sebuah pekerjaan mulia yang bisa membawa kita pada kesejahteraan dunia dan akhirat.
Sebelum saya melanjutkan tulisan saya tentang “Guruku Pahlawanku”, saya akan bercerita tentang pengalaman hidup saya. Saya seorang Guru Honorer  di SMP Negeri 2 Takkalalla kab. Wajo, sebuah sekolah kecil yang terletak di pelosok Desa Soro Dusun Apala. Saya lulusan S1 sains Universitas Negeri Makassar Jurusan Fisika (Non Kependidikan).
Ketika pertama kali naik ke Makassar untuk memndaftar di Universitas Negeri Makassar saya bercita-cita untuk menjari seorang Guru. Karena menurut saya pekerjaan sebagai seorang Guru sangat mudah, jam kerja hanya sekita 24 jam dalam satu minggu. Jadi kita punya waktu luang untuk aktivitas yang lain. Tapi  apa hendak dikata alih-alih ingin mendaftar Jurusan Pendidikan Fisika eh…malah isi formulir pendaftaran Jurusan Fisika. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang saya peroleh sebelum saya pergi mendaftar ke Universita Negeri Makassar.
Setelah masuk kuliah hari pertama, yaitu penerimaan mahasiswa baru. Saya menghadap ketua jurusan untuk menanyakan apa ada jalan untuk pindah dari jurusan Fisika ke jurusan pendidikan Fisika. Tapi apa daya tidak ada jalan untuk bisa pindah ke jurusan pendidikan Fisika. Akhirnya saya teruskan kuliah saya di Jurusan Fisika dan berharap setelah selesai S1 sains ambil kembali Pendidikan Fisika. Tapi sekali lagi nasib menguji mental saya, penyataraan pendidikan Fisika ditutup ketika saya selesai. Akhirnya saya pun frustasi, dan mencoba melamar di Instansi lain seperti di Bank. Tapi nasib berkata lain, hampir semua usaha saya untuk mendapatkan pekerjaan selain jadi Guru gagal total. Mungkin hal ini terjadi karena saya tidak pernah sungguh-sungguh untuk mencari pekerjaan lain, yang ada di benak dan lubuk hati saya adalah jadi seorang Guru.
Beberapa teman yang mengalami hal serupa dengan saya memberikan informasi kalau di UMPAR membuka pendaftaran untuk Akta IV (Akta Mengajar). Jadi cepat-cepat saya juga mendaftar di UMPAR dan meninggalkan pekerjaan saya di Makassar. Sedikit informasi saya mulai bekerja sebagai seorang Tentor sejak saya masih berada di semester 3.
Pada waktu proses perkuliahan saya pun ditawari oleh kakak saya yang sudah mengajar di SMP Negeri 2 Takkalalla untuk mengajar di sana karena Guru Fisika di sana pindah dan tidak ada sama sekali Guru yang bisa menggantikan posisi Guru tersebut. Setelah merenungi dan berpikir baik-baik, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut dengan pertimbangan sebagai balas budi kepada kakak saya. Sekedar informasi karena kakak saya inilah makanya saya bisa kuliah karena orang tua tidak sanggup lagi mebiayai sekolah sekolah.
Tahun pertama mengajar di SMP Negeri 2 Takkalalla sungguh sangat berat, anak-anak di sana sangat jauh ketinggalan dengan anak-anak yang sering saya ajar di tempat Bimbingan Belajar. Utamanya mereka sangat lemah di masalah perhitungan, sungguh sebuah pekerjaan yang sangat-sangat sulit. Tidak pernah terbayang betapa sulitnya menjadi seorang Guru, yang dulu saya piker mudah sekarang beruba menjadi pekerjaan yang sangat-sangat sulit.
Menjadi seorang Guru bukan pekerjaan mudah karena ini berhubungan masa depan orang banyak. Kita mengajar dengan cara yang salah, maka kita telah merusak masa depan anak-anak bangsa. Sebuah tugas memanusiakan manusia, di tangan digenggam sebuah generasi penerus bangsa.
Mengajar bagi saya bukanlah ajang untuk mencari uang, saya juga tidak mengerti kenapa dalam hati saya sangat senang, gembira dan bahagia ketika saya mengajar. Padahal kalau gaji honorer ingin dihitung-hitung tidak cukup dipakai makan selama satu bulan, manalagi gaji biasa terlambat diterima. Sungguh pekerjaan yang sangat sulit tapi menyenangkan hati dan jiwa.
Mungkin ada beberapa orang akan bilang seperti ini ketika membaca tulisan saya “Mengajarlah saja, saya tidak usah digaji”. Terus terang saya juga butuh gaji tapi mungkin yang membuat saya berbeda dengan orang yang bertanya seperti itu adalah “Niat”. Saya mengajar bukan niatnya untuk gaji tapi berniat untuk bisa membagi ilmu saya yang sedikit ini untuk mencari amal kebaikan. Sebagai bekal saya di hari akhirat kelak. Saya juga tidak bilang kalau orang yang niatnya berbeda dengan saya salah, karena tiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda.
Satu hal yang saya ingin ingatkan dalam tulisan saya yang pas-pasan bahasanya ini adalah “Janganlah mengajar hanya mengisi kepala siswa Anda, tapi ajarilah mereka juga untuk megisi hati mereka. Agar kelak mereka bisa menjadi orang pintar yang bijaksana bukan orang pintar yang selalu mebodoh-bodohi orang lain seperti yang terjadi sekarang ini”. Ketika Anda mengajar siswa dengan hanya mengisi kepala mereka dengan sejumlah pengetahuan, maka sama kalau Anda sedang mebuat sebuah robot tanpa hati nurani yang rela berbuat apa saja tanpa tahu menimbang baik buruknya sesuatu.
Mengajar adalah proses memanusiakan manusia bukan proses mencerdaskan manusia. Ini adalah pendapat pribadi saya, jadi kalau ada kesalahan mohon dimaafkan karena saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalah-kesalahan. Saya percaya selama kita punya tekad menuju ke arah yang lebih baik, maka suatu saat nanti kita akan memetik hasilnya.
Bagi yang tidak sependapat dengan saya, saya minta kritik dan sarannya agar saya bisa lebih baik lagi dalam menjalankan amanah saya di SMP Negeri 2 Takkalalla.

Tulisan ini saya persembahkan bagi Gerakan Indonesia Berkibarb, semoga gerakan ini membawa perubahan besar di dunia pendidikan

Tidak ada komentar: