Sebelum saya melanjutkan tulisan saya tentang “Guruku
Pahlawanku”, saya akan bercerita tentang pengalaman hidup saya. Saya seorang
Guru Honorer di SMP Negeri 2 Takkalalla
kab. Wajo, sebuah sekolah kecil yang terletak di pelosok Desa Soro Dusun Apala.
Saya lulusan S1 sains Universitas Negeri Makassar Jurusan Fisika (Non
Kependidikan).
Ketika pertama kali naik ke Makassar untuk memndaftar
di Universitas Negeri Makassar saya bercita-cita untuk menjari seorang Guru.
Karena menurut saya pekerjaan sebagai seorang Guru sangat mudah, jam kerja
hanya sekita 24 jam dalam satu minggu. Jadi kita punya waktu luang untuk
aktivitas yang lain. Tapi apa hendak dikata
alih-alih ingin mendaftar Jurusan Pendidikan Fisika eh…malah isi formulir
pendaftaran Jurusan Fisika. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang
saya peroleh sebelum saya pergi mendaftar ke Universita Negeri Makassar.
Setelah masuk kuliah hari pertama, yaitu penerimaan
mahasiswa baru. Saya menghadap ketua jurusan untuk menanyakan apa ada jalan
untuk pindah dari jurusan Fisika ke jurusan pendidikan Fisika. Tapi apa daya
tidak ada jalan untuk bisa pindah ke jurusan pendidikan Fisika. Akhirnya saya
teruskan kuliah saya di Jurusan Fisika dan berharap setelah selesai S1 sains
ambil kembali Pendidikan Fisika. Tapi sekali lagi nasib menguji mental saya,
penyataraan pendidikan Fisika ditutup ketika saya selesai. Akhirnya saya pun
frustasi, dan mencoba melamar di Instansi lain seperti di Bank. Tapi nasib
berkata lain, hampir semua usaha saya untuk mendapatkan pekerjaan selain jadi
Guru gagal total. Mungkin hal ini terjadi karena saya tidak pernah
sungguh-sungguh untuk mencari pekerjaan lain, yang ada di benak dan lubuk hati
saya adalah jadi seorang Guru.
Beberapa teman yang mengalami hal serupa dengan saya
memberikan informasi kalau di UMPAR membuka pendaftaran untuk Akta IV (Akta
Mengajar). Jadi cepat-cepat saya juga mendaftar di UMPAR dan meninggalkan
pekerjaan saya di Makassar. Sedikit informasi saya mulai bekerja sebagai
seorang Tentor sejak saya masih berada di semester 3.
Pada waktu proses perkuliahan saya pun ditawari oleh
kakak saya yang sudah mengajar di SMP Negeri 2 Takkalalla untuk mengajar di
sana karena Guru Fisika di sana pindah dan tidak ada sama sekali Guru yang bisa
menggantikan posisi Guru tersebut. Setelah merenungi dan berpikir baik-baik,
akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut dengan pertimbangan
sebagai balas budi kepada kakak saya. Sekedar informasi karena kakak saya
inilah makanya saya bisa kuliah karena orang tua tidak sanggup lagi mebiayai
sekolah sekolah.
Tahun pertama mengajar di SMP Negeri 2 Takkalalla
sungguh sangat berat, anak-anak di sana sangat jauh ketinggalan dengan
anak-anak yang sering saya ajar di tempat Bimbingan Belajar. Utamanya mereka
sangat lemah di masalah perhitungan, sungguh sebuah pekerjaan yang
sangat-sangat sulit. Tidak pernah terbayang betapa sulitnya menjadi seorang
Guru, yang dulu saya piker mudah sekarang beruba menjadi pekerjaan yang
sangat-sangat sulit.
Menjadi seorang Guru bukan pekerjaan mudah karena ini
berhubungan masa depan orang banyak. Kita mengajar dengan cara yang salah, maka
kita telah merusak masa depan anak-anak bangsa. Sebuah tugas memanusiakan
manusia, di tangan digenggam sebuah generasi penerus bangsa.
Mengajar bagi saya bukanlah ajang untuk mencari uang,
saya juga tidak mengerti kenapa dalam hati saya sangat senang, gembira dan bahagia
ketika saya mengajar. Padahal kalau gaji honorer ingin dihitung-hitung tidak
cukup dipakai makan selama satu bulan, manalagi gaji biasa terlambat diterima.
Sungguh pekerjaan yang sangat sulit tapi menyenangkan hati dan jiwa.
Mungkin ada beberapa orang akan bilang seperti ini
ketika membaca tulisan saya “Mengajarlah saja, saya tidak usah digaji”. Terus
terang saya juga butuh gaji tapi mungkin yang membuat saya berbeda dengan orang
yang bertanya seperti itu adalah “Niat”. Saya mengajar bukan niatnya untuk gaji
tapi berniat untuk bisa membagi ilmu saya yang sedikit ini untuk mencari amal
kebaikan. Sebagai bekal saya di hari akhirat kelak. Saya juga tidak bilang
kalau orang yang niatnya berbeda dengan saya salah, karena tiap orang memiliki
tujuan hidup yang berbeda.
Satu hal yang saya ingin ingatkan dalam tulisan saya
yang pas-pasan bahasanya ini adalah “Janganlah mengajar hanya mengisi kepala
siswa Anda, tapi ajarilah mereka juga untuk megisi hati mereka. Agar kelak
mereka bisa menjadi orang pintar yang bijaksana bukan orang pintar yang selalu
mebodoh-bodohi orang lain seperti yang terjadi sekarang ini”. Ketika Anda
mengajar siswa dengan hanya mengisi kepala mereka dengan sejumlah pengetahuan,
maka sama kalau Anda sedang mebuat sebuah robot tanpa hati nurani yang rela
berbuat apa saja tanpa tahu menimbang baik buruknya sesuatu.
Mengajar adalah proses memanusiakan manusia bukan
proses mencerdaskan manusia. Ini adalah pendapat pribadi saya, jadi kalau ada
kesalahan mohon dimaafkan karena saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari
kesalah-kesalahan. Saya percaya selama kita punya tekad menuju ke arah yang
lebih baik, maka suatu saat nanti kita akan memetik hasilnya.
Bagi yang tidak sependapat dengan saya, saya minta
kritik dan sarannya agar saya bisa lebih baik lagi dalam menjalankan amanah
saya di SMP Negeri 2 Takkalalla.
Tulisan ini saya persembahkan bagi Gerakan Indonesia Berkibarb, semoga gerakan ini membawa perubahan besar di dunia pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar