Ada lagi asteroid raksasa Aphopis yang akan melintas dekat Bumi pada 2019 dan
kembali melintas pada 2036.
Belum lagi sampah antariksa. Yang teranyar, satelit milik Jerman jatuh
kembali ke Bumi, menyusul jatuhnya UARS milik NASA. Sementara, masih ada
sekitar 20 ribu sampah antariksa yang terkalatogkan.
“Jika itu jatuh di daratan, bisa menghancurkan satu kota. Untungnya jatuh di
lautan,” kata Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan,
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam wawancara dengan VIVAnews.com.
Meski belum secanggih Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), LAPAN secara
aktif memantau pergerakan asteroid dan sampah antariksa, terutama yang
berpotensi membahayakan wilayah Indonesia. Thomas juga mengatakan, LAPAN juga
bertugas meluruskan berita-berita bohong (hoax) yang beredar di
masyarakat, yang mengaitkan keberadaan benda langit dengan pertanda kiamat.
Juga, soal potensi keberadaan mahluk lain di luar bumi.
Program apa yang saat ini sedang dilaksanakan LAPAN?
Secara umum program teknis dalam LAPAN mencakup tiga hal, yakni, pertama
pengembangan teknologi dirgantara, terdiri dari pengembangan roket yang
diorientasikan ke roket peluncur satelit, pengembangan satelit --sekarang sudah
ada satu satelit LAPAN berada di orbit, kerja sama dengan Jerman. Kemudian
ketiga terkait dengan penelitian yang terkait pengembangan teknologi
penerbangan.
Aspek kedua terkait dengan pengembangan data informasi dan penginderaan jauh
yang berbasis satelit, ini khususnya untuk pemantauan lingkungan dan sumber
daya alam, yaitu pertanian, kehutanan, perikanan semuanya di lakukan dengan
teknik penginderaan jauh.
Ketiga, aspek sains dan kebijakan. Mencakup sains atmosfer dan antariksa. Jadi
sains antariksa LAPAN merupakan lembaga penelitian satu-satunya di Indonesia
yang mengamati aktivitas matahari. Kemudian terkait dengan kebijakan
dirgantaran ini khususnya peraturan undang-undangan terkait dengan
keantariksaan. Secara internasional sudah ada konvensi keantariksaan, terkait
dengan soal bahwa antariksa itu milik semua manusia yang digunakan untuk
kepentingan manusia secara keseluruhan. Kemudian aturan terkait dengan
ekplorasi antariksa, Indonesia sudah melakukan ratifikasi aturan internasional
tersebut, hanya aturan nasionalnya itu belum.
LAPAN ini kan seperti NASA nya Indonesia, apakah lembaga ini
nantinya bisa setara dengan NASA yang sudah maju?
Dari segi ide dasar sama, dari namanya bahasa Inggrisnya juga sama dengan
NASA. Tapi yang pasti penanganan masalah keantariksaan di Indonesia ada lembaga
yang menanganinya.
LAPAN yang ditugasi terkait dengan litbang juga seperti NASA, meski tidak
langsung masuk pada teknis produksinya.
Kalau NASA kan sudah jauh
melangkah, canggih, apa yang menjadi misi LAPAN ke depan?
Antariksa ini kan high cost dan high risk. Untuk itu
inisiatif pengembangan teknologi antariksa di Indonesia, LAPAN adalah
pelopornya. Yang sekarang sudah dilakukan pengembangan satelit, walaupun mikro,
ini menjadi lompatan yang sangat penting sekali. Kalau satelit sudah sejak
tahun 2000-an dan diluncurkan pada 2007. Untuk peluncurannya bekerjasama dengan
India.
Kapan target LAPAN bisa meluncurkan satelit sendiri?
Tapi sebelum 2020 mestinya. Yang terbaru, Satelit LAPAN A2 yang mengorbit
secara ekuatorial akan diluncurkan tahun depan, 2012. Satelit ini lebih ke
pemantauan, aspeknya roket untuk ketahanan pangan dan satelit untuk mendukung
penanganan bencana sekaligus menfasilitasi masalah komunikasi radio amatir saat
bencana dengan kerjasama ORARI. Juga segi pemantauan pencitraan yang didukung
satelit lain.
Ancaman tak hanya dari Bumi tapi juga luar Bumi, seperti asteroid
dan sampah antariksa. Apa yang dilakukan LAPAN terkait ini?
Untuk pemantauan objek antariksa ini, LAPAN belum mempunyai sistem karena
sangat mahal dan canggih, tapi LAPAN mempunyai akses untuk mendapatkan
informasi tersebut. Katakanlah sampah antariksa, LAPAN selalu memantau orbitnya
yang kemungkinan akan jatuh di wilayah Indonesia. Kalau sampah antariksa ini
relatif mudah memantaunya karena sudah terkatalogkan, sudah ada 20 ribu katalog
sampah antariksa yang berukuran lebih dari ukuran kepalan tangan manusia. Ini
yang terus dipantau dan dikaji, jika jatuh, apakah akan masuk ke wilayah
Indonesia.
Sekarang yang menjadi fokus internasional adalah yang ukurannya besar, dan
jaraknya relatif dekat. Pada Rabu 9 November 2011, pukul 06.28 asteroid yang
terpantau diberi kode YU55 yang melintas pada jarak 325 ribu km.
Tentu Siberia yang dulu berbeda dengan sekarang, kalau sekarang jatuhnya
akan menimbulkan korban manusia banyak sekali.
Nah, yang lebih besar lagi itu 65 juta tahun yang lalu, yang jatuh di
Semenanjung Yukatan, Meksiko. Ini diduga yang menyebabkan terjadinya musim
dingin ekstrem, sebab debu-debunya yang tebal menyebar ke seluruh dunia,
menutup cahaya matahari, dan menyebabkan musim dingin ekstrem. Patroli-patroli
antariksa seperti itu dilakukan saat ini, LAPAN tentu tidak secara aktif
memantau itu, tapi ikut dalam jaringan internasional.
Tentu yang tak kalah utama memberikan sosialisasi kepada masyarakat supaya
mendapatkan informasi yang benar. Karena di dunia internet saat ini, informasi
yang hoax dan yang benar bercampur, dan LAPAN berperan di situ untuk
meluruskan informasi yang meresahkan yang beredar di masyarakat.
Asteroid apa saja yang mengancam Bumi?
Sekarang banyak sekali yang disebut “mengancam bumi”. Kalau jaraknya dekat
dengan orbit 384 ribu km, itu sudah dianggap perlu diwaspadai, artinya begini,
asteroid juga dipengaruhi orbit planet-planet lain, yang mungkin orbit suatu
saat berubah dan berpapasan dengan Bumi. Katakanlah kasus Asteriod 2005 YU55
setelah diperhitungkan secara cermat, dalam 100 tahun itu aman tidak akan
berlintasan dekat dengan bumi. Apa saja? Ada katalognya, saya sendiri tidak
hafal. Semakin canggih teknologi semakin banyak astereoid yang diduga akan
mengancam bumi.
Banyak benda langit yang disebut sebagai pertanda
kiamat, tanggapan Anda?
Ini kesalahpahaman yang oleh LAPAN diupayakan untuk diklarifikasi. Isu
kiamat 2012 itu sempat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Banyak
juga akhirnya keluarga yang menelepon ke LAPAN, karena anak-anaknya ketakutan
seolah-olah kiamat tinggal sebentar lagi. Itu perlu diluruskan, isu kiamat 2012
itu muncul dari informasi kalender Maya yang dalam siklus panjangnya berakhir
pada 21 Desember 2012. Dalam kajian kalender itu sebenarnya bukan hal
yang aneh. Saat masa itu sudah habis, maka akan ada periode lagi, tapi kemudian
orang-orang yang melihat sisi sensasinya, terutama kalangan astrologi,
mengkaitkan ada isyarat akan bencana. Orang kemudian menebak bencana apa yang
akan terjadi 2012.
Waktu isu ini berkembang, diperkirakan puncak aktivitas matahari terjadi
pada 2012, sehingga orang mengkaitkan kiamat 2012 itu dipicu oleh aktivitas
matahari. LAPAN sering meluruskan informasi, badai bukan berarti ada
ledakan-ledakan besar di Matahari, itu hanya berarti aktivitas matahari
meningkat. Belum tentu juga memberi dampak ke Bumi. Bisa saja ledakan itu tidak
mengarah ke bumi, tergantung. Badai matahari itu yang dilihat kekuatannya dan
arahnya. Kalaupun itu mengarah, Bumi kan dilindungi oleh atmosfer, ledakan
matahari tidak akan langsung. Dampak yang paling dirasakan itu pada sistem
teknologi yang berada di antariksa.
Ini kan tidak ada backup-nya jadi sistem komunikasi manusia
terganggu, data perbankan juga terganggu karena mereka menggunakan satelit. Yang
mungkin akan terdampak itu sudah dialami Kanada dan Swedia yang jaringan
listriknya terganggu, transformernya bermuatan lebih sampai terbakar. Trafo
induk terbakar, akan banyak masyarakat yang tidak mendapat pasokan listrik. Tapi
saya kira pengalaman tahun 1989 dan tahun 2000 an sudah diantisipasi. Untuk
wilayah Indonesia, kemungkinannya hampir tidak ada mengalami seperti itu. Walaupun
dari aspek penelitian, LAPAN mengkaji kemungkinan-kemungkinn dengan peningkatan
teknologi saat ini. Dampak terhadap listrik di Indonesia itu dikaji, namun
secara teoritis itu hampir tidak mungkin.
Bagaimana dengan asteroid?
Aspek yang kedua terkait dengan kiamat tadi, itu akan terjadi tumbukan
asteroid besar. Itu juga LAPAN membantah bahwa dari segi pemahaman antariksa
oleh masyarakat internasional, tidak ada objek antariksa yang mengancam bumi
sekitar tahun 2012. Sama seperti Asteroid 2005 YU55, jika ada tentu terdeteksi
dan jauh-jauh hari sudah terdeteksi. Itu tidak benar termasuk isu akan terjadi
tumbukan planet Nibiru, itu hanya hoax saja.
Ada cara untuk mengurangi potensi bahaya asteroid yang mengancam
bumi? Dengan bom nuklir barangkali?
Secara umum ini cenderung ke sainsfiction, tapi secara teknis
teknologi untuk mengalihkan asteroid ke bumi itu bisa. Yang digunakan adalah
teknologi mengalihkan orbitnya seperti mengubah orbit satelit. Ada roket yang
memicu dan kemudian menyebabkan kejutan gaya yang menyebabkan orbitnya
beralih. Nuklir bisa karena ini merupakan salah satu yang mempunyai kekuatan
untuk mengalihkan orbit. Seperti untuk mengubah satelit, roket diledakkan pada
detik sekian. Jadi jika ada asteroid diperkirakan jatuh ke bumi, langkah
antisipasinya mengubah orbit tersebut.
Asteroid Bone sudah terkonfirmasi secara ilmiah, itu jatuh di perairan Bone
ukuran sekitar 10 meter, seukuran rumah. Jika itu jatuh di daratan, bisa
menghancurkan satu kota. Untungnya jatuh di lautan. Sebenarnya tahun 1980-an
ada asteroid yang terdeteksi oleh sistem pemantau antariksa jatuh di perairan
Maluku. Tapi tidak ada konfirmasi yang lain, deteksi ada. Peristiwa asteroid
terbesar di Indonesia ya yang di Bone itu.
Kalau terkait dengan kawah meteor Majalengka?
Itu hanya interpretasi dari segi kontur yang belum terkonfirmasi. Kalau di
negara lain sering terdengar ditemukan kawah meteor, di Indonesia sangat susah.
Karena efek meteorologi di Indonesia cepat sekali mengubah struktur tanah. Kalaupun
sekian juta tahun lalu ada meteor yang jatuh ke Indonesia, cepat tertutup
karena faktor hujan, gerakan tanah yang disebabkan curah hujan atau gempa. Faktor
cuaca yang aktif akan cepat menghilangkan bukti itu. Soal fenomena UFO,
baru-baru ini Gedung Putih sudah menjawab petisi, dan membantah tudingan
pemerintah AS menyembunyikan bukti kontak dengan mahluk ekstraterresterial. Sikap
LAPAN?
Secara ilmiah UFO dianggap sebagai pseudoscience, karena
fakta-fakta yang dikemukakan tidak memenuhi kaidah ilmiah.
Dari segi astronomi, memang, di luar Bumi ini mungkin ada kehidupan. Tapi
untuk kehidupan itu berkunjung ke Bumi apalagi menunjukan diri dalam bentuk
piring terbang, itu sebuah ketidakmungkinan.
Pertama, dari segi bintang, yang terdekat dengan kita sekitar 4,3 tahun
cahaya. Artinya kalau di sana ada peradaban yang mampu mengirimkan pesawat
antariksa, kalau menggunakan kecepatan cahaya saja, itu perlu waktu tahunan.
Benda fisik kan tidak ada yang mempunyai kecepatan cahaya, jadi perjalanan
dari bintang yang terdekat itu memakan waktu bisa sampai puluhan tahun. Belum
lagi, bintang yang diduga mempunyai kehidupan, bisa berjarak puluhan tahun,
ribuan tahun, bahkan ada yang ratusan tahun cahaya. Itu sangat tidak logis
kalau mereka mengirim pesawat sampai ke Bumi. Bagaimanapun mahluk hidup yang di
sana mempunyai batasan umur juga. Jadi itu jelas suatu ketidakmungkinan.
Ketidakmungkinan yang kedua, kalau betul itu ada benda antariksa yang masuk
ke bumi, benda itu akan terpantau. Begini, kalau itu itu betul mempunyai nilai
ilmiah yang tinggi, mengapa harus ditutup-tutupi? Dan itu tidak akan mungkin. Jadi
UFO dari segi ilmiah tidak punya dasar, itu tergolong pseudoscience.
Ada pengaruhnya kepercayaan Ketua LAPAN pertama mempercayai UFO
secara kelembagaan juga pada masyarakat?
Secara teknis tidak ada, tapi pengaruh pada aspek non teknis mungkin ada. Dari
situ kemudian saya banyak membaca buku soal astromoni sampai saya berminat
dengan astronomi. Aspek yang lain, itu bisa menimbulkan kesalahpahaman. Sekarang
ini memang ada komunitas yang mempercayai UFO. Kadang saya berdiskusi dengan
mereka juga.
Anda percaya ada kehidupan lain di luar Bumi?
Dari aspek sains, tidak mungkin manusia itu mahluk hidup satu-satunya. Jadi
di luar bumi kemungkinan ada. Adanya sinyal nonalami menandakan kemungkinan ada
kehidupan lain di luar, yang mempunyai sistem teknologi sinyal seperti radio. Kesulitannya
dalam menverifikasi, itu sinyal nonalami atau sinyalalami yang kita belum tahu.
Kalaupun kita sudah mengidentifikasi itu sebagai suatu bintang, kemudian kita
harus melihat apakah di sana ada planet atau tidak. Nah untuk mengenali planet
pada bintang yang jauh bukan hal yang mudah.
Ada kemungkinan suatu hari nanti jika bumi rusak ada manusia akan
berpindah ke planet lain?
Itu juga pseudoscience, tapi logis juga. Yang memungkinkan tentu
yang masih dalam tata surya kita. Dari sisi penerbangan itu memungkinkan tapi
daya dukung lingkungan saat ini tidak ada planet yang masuk zona layak hidup –
yang mensyaratkan temperatur air cukup, kalau dekat dengan matahari ada air
akan menjadi uap. Kalau terlalu jauh dari matahari akan beku. Metabolism
manusia sebagian besar memerlukan air, itu tidak akan mungkin hidup di sana.
Kalau dilihat dari aspek jangka panjangnya, bumi mungkin akan bergeser
menjadi planet yang tidak layak untuk hidup. Dalam waktu itu, kemungkinan
manusia sudah punah terlebih dahulu.
Jika Matahari menjadi raksasa merah, bumi akan terlalu panas. Bisa saja zona
habitat akan beralih ke planet lain, yakni Mars, di sana ada atmosfer. Kalau
Jupiter, Saptunus dan Neptunus tidak mungkin, karena mereka planet gas, tidak
mungkin ada mahluk hidup. Kalau Titan, satelit yang mengitari Saturnus, ada
kemungkinan. Karena ia mempunyai atmosfer.
Malaysia sudah mengirimkan astronot, kita
kapan?
Kita dulu pernah merancang adanya astronot yang akan terbang bersama dengan
peluncuran satelit Indonesia. Sedangkan Malaysia bisa meluncurkan itu karena
ada uang. Kapan itu? Tinggal kebijakan nasional kita mampu membiayai pengiriman
satelit dan astronot atau tidak. Karena dulu kita punya uang dengan
digandengkan dengan peluncuran satelit tersebut. Jadi bukan karena Malaysia
lebih unggul, itu hanya masalah dana saja.
Sampai saat ini terus ada perdebatan soal hilal, bagaimana tanggapan
LAPAN?
Tapi pada masalah kriteria. Dan itu paling nyata pada tahun 1998, saat
sesama ahli rukyat dan ahli hisab ada perbedaan. Di kalangan NU ada dua
kubu, demikian juga Muhamadiyyah dan Persis juga ada perbedaan. Itu sumbernya
adalah pada perbedaan kriteria. Batas disebut awal bulan itu apa, masalah batas
itu seperti peraturan Bulutangkis. Ketika ada dua peraturan, saat shuttlechock
masuk ke dalam garis, itu dianggap masuk atau tidak. Kalau batas yang
diambil batas dalam, shuttlechock itu dianggap keluar. Tapi kalau
batasnya dilihat dari luar, shuttlechock dianggap masuk. Kalau
bulutangkis sudah ada aturan.
Nah, kalau soal hilal masih ada dua definisi, akan selalu terjadi perbedaan.
Katakanlah hampir semua ormas menggunakan batasan minimal 2 derajat, tapi
ada ormas yang menggunakan kriteria nol derajat. Perbedaan pada kriteria.
LAPAN kemudian menawarkan solusi dengan menggunakan kriteria yang sama-sama
maju. LAPAN menawarkan kriteria astronomis soal itu.
Tapi sekarang hal yang perlu dilakukan yakni mencari kesepakatan soal
kriteria tersebut. Di Indonesia hanya Muhammadiyah yang belum.
Walaupun kriteria tersebut belum memenuhi kriteria astronomi, itu sebagai
langkah awal dulu. Dengan kriteria rukyat atau visibilitas hilal, itu bisa
mempertemukan dua kelompok besar tadi. Kalau sekian ratus tahun yang
diperdebatkan soal dalil, sekarang coba kriteria yang bisa mendamaikan dua hal
itu. Kalau kita sepakat dengan kriteria itu, hasil riset dengan hasil rukyat
Insya Allah sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar